Minggu, 25 September 2011

Catatan Kenangan Dari Sebuah Malam

ini ilustrasi aja ..tapi kira-kira beginilah kondisinya ..

Sesungguhnya kali ciliwung sangat cantik. Dengan kelokan air ditingkahi kilauan sinar bulan yang merata dipermukaannya yang berarus tenang. Masa kecil saya dan kali ciliwung tidak bisa dipisahkan
MALAM adalah ruang gelap yang bisa membawamu mengingat sesuatu yang mungkin kau lupakan. Ini yang saya alami. Tiap jejak langkah yang saya ayunkan. Seperti melemparkan saya pada daratan tak asing yang kita sebut Kenangan.  

Hari selasa lalu. Selepas magrib saya berencana mengunjungi teman saya di daerah Jalan Bersih Cibinong Bogor. Saya berangkat sekitar jam setengah tujuh lewat. Untuk sampai kesana saya harus naik angkot 32 ( saya belum punya motor, jadi kemana-mana harus modal uang-buat naik kendaraan umum- dan juga kaki saya ) dan untuk sampai ke trayek 32 tersebut saya harus jalan kaki terlebih dahulu menyeberangi kali ciliwung.

Kira-kira 20 menitan saya jalan. Akhirnya sampai di jalan raya Pemda. Selama perjalanan tadi saya merasa tergantung dan miris sekali. Kondisi jalan yang masih gelap ditambah masih banyaknya pohon bambu membuat perjalanan ini rada ekstrim. Tapi saya senang kondisi ini. Yang menggangu adalah banyaknya motor yang lalu lalang tanpa berniat membonceng saya (T_T). 
Jalan ini memang ramai dilewati motor, sebab lebih praktis dari pada harus muter lewat Jalan Baru ( Jalan Raya Parung ) atau lewat jalan Bojong-Depok Baru (BDB ) meski ya itu .. kondisi yang minim penerangan ditambah jalan yang bukan aspal sedikit mengurangi kenyaman para pengendara motor untuk lewat sini.

Cukup lama saya ngejogrog ( diem ) di pinggir jalan nunggu angkot. Aneh padahal baru jam 7an. Tapi angkot udah minim dari sini saya sudah mulai khawatir bagaimana pulangnya nanti. Tapi saya berusaha meyakinkan diri. Toh saya sudah biasa pulang malem naek angkot. Biasanya juga sampai jam 10an 32 masih berseliweran.

Akhirnya angkot yang ditunggu datang juga. Tidak banyak penumpangnya. Hanya 2 orang ibu-ibu. Satu berada dekat pintu. Memakai baju putih bermotif bunga kecil-kecil berwarna hitam serta rok selutut. Sepertinya baru pulang kerja. Ia membawa tas hitam yang ia peluk didadanya. Ibu yang satu lagi berada di belakang sopir. Menggunakan baju merah maroon dan celana hitam. Saya lupa tas apa yang ia bawa. Lagian ga penting juga kayanknya.

Saya pun memilih tempat duduk paling belakang. Saya buka jendela lebar-lebar dan mulai memasang earphone. Angkot pun mulai melaju. Saya mengamati setiap detak jantung kota kecil bernama karadenan sampai pusat pemerintahan Kabupaten Bogor di Sukahati.

Sektar 20 atau 30 menit angkot ini melaju. Saya pun sampai di rumah teman saya tepat ketika adzan isya berkumandang.
***
Pukul 21.00

Semua selesai. Urusan saya kelar. Saya pun beranjak untuk pulang. Kembali saya ngejogrog dipinggir jalan. Menunggu si biru angkot. Saya tidak ikut teman saya yang satu lagi ( kami berkumpul bertiga ) sebab katanya ia ada urusan yang lokasinya berbeda arah dengan rumah saya. Saya pun enggan merepotkan teman saya yang satu lagi . karena udah keburu malem. Lagian saya optimis bakal ada angkot. Kan masih jam 9 malam.

Setengah jam, menunggu. Tidak ada satu pun angkot yang muncul. Saya mulai terselip kekhawatiran. Jam terus melaju tanpa bisa ditahan barang sejenak. Baiklah. Lima belas menit lagi. Saya akan menunggu.

15 menit berlalu
 
Jalan mulai berkurang keramaianya.

Jenuh melanda saya. Di sebrang sana pun beberapa pemuda yang keliatannya asyik main kartu membuat saya kurang nyaman. Baiklah saya putuskan jalan kaki pelan-pelan. Sambil sesekali menengok ke arah belakang. Berharap masih ada angkot yang tersesat. Mungkin kalian bertanya-tanya. Mengapa saya tidak meng-sms ( kalo telepon ga mungkin, seret pulsa ) keluarga saya untuk dijemput. Pikirkan itu pun sempat singgah di otak saya. Namun saya urungkan. Sebab saya paling tidak suka membuat heboh kelaurga. Ini sudah malam. Pasti mereka udah pada tidur. Saya enggan membuat “kasus” yang pada akhirnya membatasi kebebasan saya. Untuk itu saya berusaha semaksimal mungkin tidak minta bantuan mereka.

Lagian saya gak yakin mereka ingat saya. Toh sudah hampir jam 10an tapi tak ada satupun keluarga saya yang menanyakan saya dimana. Ini saya maklumi sih. Mungkin mereka tau “adat” saya kayak apa. Suka keluyuran sendirian. “Entar juga pulang sendiri kalo lapar “ kasarnya mah pikiran mereka ( mungkin )

Baiklah, saya masih berjalan. Udara malam itu cukup dingin. Jam hampir menyentuh tepat jam 10an. Berarti sudah 15 menit saya jalan. Tapi tetap tak ada gejala-gejala angkot akan tiba. Saya mengamati sekeliling saya. Denyut kehidupan malam mulai mengeliat. Tenda-tenda warung makan mulai dipasang. Bermacam makanan mulai memenuhi sepanjang jalan raya Pemda Kabupaten Bogor.

Di atas sana. Bulan tampak benderang meski sesekali tersaput awan. Malam yang indah. Akhirnya melihat keasyikan ini saya putuskan untuk berjalan saja sampai rumah. Saya tidak perduli sampe rumah jam berapa yang penting saya menikmati ini. Meski saya harus kerja keesokan harinya.

Saya mulai menutup kepala saya dengan kupluk ( apa sih istilahnya; tudung kepala ?) sweater saya. Saya berjalan perlahan. Seperti memasuki. Sebuah lorong ingatan masa kecil saya yang kurang menyenangkan.

Metamorfosis diri saya sejak saya mulia bisa mengingat peristiwa dalam hidup saya. Saya jadi ingat betapa manjanya saya dengan nenek saya. Bahkan nenek saya. Saya panggil Ibu, sedangkan ibu kandung saya saya beri sebutan lain.  Terbayang masa kecil saya yang sering di kerjai dan di katai orang lain. Dan nenek saya alias Ibu saya. Adalah orang pertama yang pasti melindungi saya. Bahkan ketika abang-abang saya mulia usil. Nenek saya tidak enggan berlaku keras.

Pernah suatu hari kedua abang saya jahil kepada saya. Sayapun menangis dan mengadu kepada beliau. Dan kalian tahu apa yang dilakukan nenek saya ?. ia mengejar kedua abang saya dengan sebilah sapu ijuk. Nenek saya mengejar mereka sampai kebun samping rumah waktu itu kebun itu masih berupa hutan. Namun kini bergabti wujud menjadi sebuah perumahan. Tapi saya tetap ingat jelas gambaran hutan kecil itu.

Dulu juga ada seorang anak yang sengaja melindas saya dengan sepeda. Saya tidak mengerti bagaiman urutan kejadiannya. Yang saya tahu. Ban-ban sepeda itu berhasil naik ke badan saya. Saya menjerit keras dan tentu menagis. Waktu itu nenek saya langsung menghampiri saya. Anak itupun diomelin habis-habisan sebelum kemudian kabur. Ditabrak sepeda mungkin adalah hal yang sering saya alami ketika kecil. Tapi hidup saya tidak melulu soal ketidak-enakan. Saya pun menikmati saat-saat bermain di sore hari di sebuah lapangan dekat mushola tak jauh dari rumah saya.

Petak umpet, kucing jonggok, galasin, benteng dan segala macam permainan tradisional lainnya sempat saya nikmati.

Namun nenek saya pergi sebelum saya sempat berbakti kepadanya. Ia meninggal saat saya kelas 3 SD. Bulan puasa. Ada dua hal yang membuat saya menyesal hingga kini. Pertama, saya tidak melihat dia untuk yang terakhir kalinya. Dia meninngal jam 12an malam. Sampai ia dikuburkan keesokan harinya. Saya tidak melihatnya. Sebab saya terlalu takut waktu itu.

Hal kedua yang saya sesali adalah selentingan kabar belakangan ini ketika saya mulai beranjak besar. Bahwa ia meninggal karena di santet saudara saya yang mengincar harta nenek saya. Di luar benar atau tidaknya kabar itu. Saya hanya bisa pasrahkan pada Tuhan. Biar Ia yang balaskan.

Saya pun teringat masa-masa SMP saya. Awal-awal masuk SMP bukanlah masa-masa yang menyenangkan. Kekurangan saya yang tidak mudah bersosialisasi dan beradaptasi dilingkungan baru membuat pergaulan saya sangat terbatas.

Saya ingat kelas satu saya duduk sendiri di barisan bangku paling belakang. Di kelas itu ada 45 orang.  Ganjil. Saya duduk di sebuah tempat duduk panjang. Sedang yag lainnya duduk di bangku satu-satu yang normal. Tempat duduk saya tidaklah menyenangkan. Sebab permukaan keramik yang pecah dan berlubang membuat tempat duduk saya selalu berdebu.  Kotor. Saya ingat setiap tidak ada guru saya hanya bengong sendiri memandang teman-teman saya yang asyik bercanda dan mengobrol satu sama lain. Dan yang menyakitkan. Semua acuh kepada saya. Tidak ada yang menegur atau mengajak saya bercanda.

Mereka hanya menyadari keberadaan saya jika mereka membutuhkan saya.misalnya saat ada PR atau ada ulangan. Barulah mereka berbondong-bondong menghampiri saya. Dulu saya sangat senang dan menganggap itu bukti mereka mau berteman dengan saya. Tapi kenyataannya setelah semua urusan selesai. Mereka kembali mengacuhkan saya. Dari situ saya mulai menyadari sifat-sifat orang disekitar saya.

Malam masih berlarut dalam gelapnya. Sesekali saya temui sekumpulan orang yang tengah bermain kartu sambil ngopi. Mereka tertawa. Saya hanya senyum melihat kelakuan mereka. Mungkin mereka butuh hiburan atas kerasnyahidup memperlakukan mereka.

Hampir jam 11an. Tak terasa sudah hampir sampai. Saya sempat melewati gedung SMP yang memberikan sejuta kenangan pahit dan manis itu. Kini SMP saya berubah. Kini ia tampak gagah dan cantik. Perbaikan yang dilakukan bebrapa tahun belakangan ini lepas saya lulus. Membuat SMP saya tampak lebih anggun dan berkelas.

Saya tinggal menyebrangi turunan. Gelap. Di pinggiran hanya ada kebun kopi. Bila kalian masuk lebih dalam kalian akan memasuki kawasan perkuburan. Saya tidak tahu rupa disana. Karena terkenal angker. Saya jadi tidak pernah kesana..

Saya mulai memasuki perkampungan penduduk. Sepi. Hanya terlihat di beberapa sudut sejumlah anak muda yang asyik mengobrol.

Saya melewati sebuah bekas pesantren. Tapi kini berubah menjadi rumah penduduk dan kebun jambu biji. Wah banyak sekali kenangan disini. Terlebih kenangan ketika saya dan seorang teman saya yang sama-sama sering di katai disini. Mulut orang-orang sini kurang beradab. Anak-anaknya dengan lantang menghina saya dan teman saya. Ya, tapi kami tidak perduli.

Kaki ini mulai menjejakan langkah di jembatan yang terhampar diatas kali ciliwung yang tampak surut dengan hiasan sampah yang tersebar dimana-mana. Sesungguhnya kali ciliwung sangat cantik. Dengan kelokan air ditingkahi kilauan sinar bulan yang merata dipermukaannya yang berarus tenang. Masa kecil saya dan kali ciliwung tidak bisa dipisahkan. Sebab dari kecil saya sudah sering mandi dan bermain air disini. Sewaktu kecil sebelum saya masuk SD. Saya sering mengantarkan kakak perempuan saya untuk menyuci disini. Ahh,, jadi ingat kakak perempuan saya saat perawann dulu. Bercanda dan mengobrol di kali itu. Bersama beberapa teman sebayanya. Tapi kini kakak perempuan saya sudah berumah tangga semua. Begitupun dengan temannya. Ada yang punya anak satu, dua, bahkan tiga.

Sebentar lagi saya sampai rumah. Tingal menelusuri tanjakan. Lalu lewat perumahan ( yang dulunya kebun saya bermain ). Sepi. Saya lihat jam di hape. Hampir setengah dua belas. Wow, ga kerasa saya jalan kaki 2 jam. Menelusuri tiap jengkal masa lalu, meski yang saya ceritakan disini sangat singkat. Namn sesungguhnya masih banyakk hal yang ingin saya bagi kepada kalian.

Saya buka pintu. Belum dikunci. Hanya bagian atasnya saja yang sedikit dikaitkan. Ruang tamu saya tampak gelap. Lalu saya nyalahkan lampu.

Wah, rupanya habis ada pesta nangka cimpedak nih karena bekas-bekas kulitnya dan sisa harumnya masih mampu saya cium. Ketika saya tengah istirahat di ruang tamu. Si cacing dateng. Cacing itu nama kucing saya. Ia masih kecil. Anaknya mama ocrem.

Dia mulai melakukan kebiasaanya. Mengigiti dan menciumi kaki saya. Lalu beranjak dan mulai tidur di perut saya. Saya biarkan hingga perut saya mulai panas. Saya singkirkan ia. Tapi ia tetap mengikuti saya.
Begitulah, sampai saya tidur. Itu kucing masih main-main di gorden kamar saya.

Hei !
Tulisannya panjang dan ga penting yah ? hahaah .. biarlah.. yang pasti saya puas sudah bisa bercerita.
Okelah, udah dulu. Saya sarankan untuk kalian mencoba hal yang saya lakukan. Karena ternyata menyenangnkan. Asal kan tetep kudu hati-hati. Apalagi yang perempuan-perempuan. Hahaa, entar di apa-apain loh ..
See u next post n bababay !


Sumber Gambar : http://vanz21fashion.files.wordpress.com

5 komentar:

  1. sangat menyentuh Y_Y .... tidak bisa berkomentar banyak, kawan. tapi orang2 kayak kita memang banyak di luaran sana. dan kita sangat spesial :D

    BalasHapus
  2. terharu..... jadi pengen deket-deket kamu :p
    teman bisa jadi lawan, tapi diri kita bisa lebih perkasa dari lawan, :)

    BalasHapus
  3. makasih mam sipa udah baca ..
    ya, saya mencoba menguatkan diri ..
    kita semua .. :D

    BalasHapus
  4. kita sama, punya masa lalu yang kurang mengenakkan, tapi nyatanya hidup masih harus berjalan tak peduli kita suka atau tidak, kita yang kuat kita pasti kuat semuanya akan indah pada waktunya amiiiiin :p

    BalasHapus

Bagi yang bukan Blogger dapat memberi komentar dengan cara memilih form Name/URL pada link Berikan komentar sebagai :
isi Name dengan Nama lalu isi Url dengan Link Facebookmu.