Selasa, 15 Desember 2015

PETRICHOR DAN SEBUAH CERITA TENTANG AYAH



“Ayah, bagaimana kabar ayah disana ? Ayah baik-baik saja kan ? Yah, ini tepat seminggu sejak ayah pergi. Wah, rasanya baru kemarin sore kita ngobrol diteras depan sambil minum teh hangat buatan ibu ya, yah”

Ingat ga, biasanya sepulang kerja dan ayah kehujanan pasti ayah minta dibuatkan teh hangat. Dan aku pasti minta dibuatkan juga. Dan ibu pasti membuatkan teh hangat itu untuk kita berdua. Ayah digelas yg besar ( soalnya perut ayah kan besar ) sedang aku di gelas yg kecil.
 
Kadang ibu juga bikin pisang goreng untuk kita.
Sekarang gelas ayah masih ada. Disimpan dirak. Aku sering mengelapinya kalau kebetulan berdebu. 

Kan ga ada yg pakai gelas itu selain ayah.

PETRICHOR menguap diantara tanah yang dihujam butiran tentara air dari langit. Dulu, kata Ibu, hujan adalah tangisan dewi-dewi dan guntur adalah bentuk murka sang dewa. Ibu bilang sambil mengusap kepalaku sebelum terlelap tidur, jadilah anak baik agar dewi-dewi disinggasanya tak perlu bercucuran airmata serta sang dewa tak perlu murka.

Namun kini, aku ingin selalu dewi-dewi itu menangis untukku. Sebab, mereka harus merasakan nelangsa yang aku terima. Sebab dengan airmatanya, dapat mengobati sejumput rindu yang bergolak dalam ruang hatiku. Sebab pada air hujan dan deras yang mengalun ada kenangan yang dapat kunikmati sendiri. Ada sebeuah dimensi yang ingin kukunjungi sekali waktu.

Hujan Dan Sebuah Ketuntasan Rindu



BERKALI kulirik jam yang tertera dilayar handphoneku. Satu jam lagi aku akan sampai pada tempat tujuanku. Kulangkahkan kaki keluar dari Commuter line tujuan Jakarta Kota. Stasiun Manggarai tampak sudah ramai. Satu hari di Minggu pertama pada Desember yang basah. Langit tampak cemerlang. Hari hampir menuju siang.

Kali ini aku harus berganti kereta menuju Bekasi. Peron no 4 terlihat dijejali sejumlah penumpang. Kuperhatikan wajah-wajah disekitarku. Sebagian tampak sumringah. Mungkin mereka ingin mengujungi sanak keluarga mereka di seputaran Bekasi atau Jakarta Selatan. Rasanya memang menyenangkan ketika hati bisa kembali pulang.

Sebuah pengumuman dari pengeras suara menisyaratkan bahwa kereta tujuan Bekasi akan segera tiba. perhatikan layar handphoneku, Belum ada pesan masuk. Dia belum membalas

Tak berselang lama kereta yang kutuggu datang. Sekilas kulihat sudah cukup penuh. Aku berlari kecil menuju gerbong nomor 3. Gerbong favoritku. Pintu kedua dari arah datangnya kereta. Sudah tak ada bangku kosong saat aku masuk. Udara dingin menyapa tatkala kipas angin yang berputar dilangit-langit kereta menghembus padaku. Aku berdir dekat pintu. Kusumpal telingaku. Kuputar semua lagu yang hampir tiga tahun ini kujauhi.