Lemas membekap
tubuh, menjalar seumpama domino yang dijatuhkan. Ia menatap kosong
lembar undangan yang kini telah tergeletak di lantai kamarnya itu. Ia
begitu terpukul dan tak terima. Perlahan kenangan demi kenangan bersama
kekasihnya muncul. Melemparkannya pada satu daratan kenyataan. Ini semua
salah Tuhan. Ia marah, air mata menggenang. Ia sesunggukan.
Lama ia terpekur, kini semua mereda. Tangis pedihnya berganti tawa.
Seringai penuh makna yang hanya ia yang dapat mengerti maksudnya.
Ia tertawa ..
***
Malam
larut dalam kelam mendung yang menyelimuti langit. Ia seperti sedang
menyiapkan sambutan untuk badai atau sekedar hujan yang akan datang.
Ditmar
merapatkan jaketnya. Angin malam yang berhembus seperti membekapnya. Ia
telah telah duduk ditaman ini selama hampir tiga puluh menit. Pada
sebuah bangku panjang dibawah temaram lampu yang menyorotnya remang. Ia
menunggu kekasihnya. Ia ingin sebelum pernikahan yang melukai itu ia
dapat bertemu, dan mungkin juga ini pertemuan yang terakhir kalinya.
Lampu
sorot yang meredup disusul suara mesin yang dimatikan dan derap langkah
yang mendekat seperti sebuah pertanda bahwa orang yang ditungguinya
telah tiba.
“maaf membuatmu menunggu lama, aku tadi … “
“ duduklah “ Ditmar memotong kalimat yang belum diselesaikan kekasihnya.
“ sejak kapan kau disini ?” sang kekasih mencoba berbasa basi.
Ditmar tersenyum. Ia tahu bahwa kekasihnya tahu ia benci berbasa-basi.
“sudahlah itu tidak penting” jawabnya singkat.
“aku minta maaf” sang kekasih mencoba mengapai tangan Ditmar untuk digenggam. Tapi Ditmar menghalaunya pelan.
“ga ada yang perlu dimaafkan, kau tidak salah” ditmar menatap kosong ke depan.
“Aku
terpaksa melakukan ini, , orang tua ku memaksaku untuk segera menikah.
Mereka telah menjodohkanku, tapi aku tak akan mengingkari janji kita,
aku tak akan bercinta selain denganmu” ada getir yang ditangkap Ditmar
dari suara kekasihnya.
“ya, aku terima alasan itu” gamang ia berkata
“tapi aku akan selalu mencintaimu” sang kekasih berusaha meyakinkan Ditmar.
“ ya, aku percaya kamu”
“ pliss dit, kamu harus mengerti keadaanku”
“
aku selalu mencoba menerima keadaaan ini, keadaanmu, keadaanku, keadaan
kita. Kau tahu untuk hubungan kita ini hanya bisa terikat oleh rasa
kepercayaan sebab tak ada lembaga atau atau ikatan yang bisa
melegalkannya. Bahkan mungkin Tuhan pun sudah jijik dengan hubungan ini”
getir itu kembali di telannya
Hening membekap Udara
diantara mereka. Perlahan awan mengutus butiran air ke bumi. Rintik
kecil itu memercikan suara yang mengisi kekosongan mereka.
“
kau tahu dit” suaranya tercekat ia menatap langit membiarkan air itu
menyentuh wajahnya.“ aku sungguh menderita, kau tahu bagaimana rasanya
menikah dengan orang yang tak kau cintai ? aku persis seperti boneka”
lanjutnya
“ oh iya, setelah menikah aku akan pindah ke
luar kota. Tempat asal calon pasanganku” air hujan itu menyembunyikan
air mata yang meleleh dari wajah sang kekasih.
Ditmar menatap gamang kekasihnya. Ia begitu tak tega. Ia pun merasakan penderitaan yang sama
“ Hidup memang tak adil, yah ?” Ditmar mengulum kesakitannya.
“Aku ingin menikah denganmu” sang kekasih duduk mendekat. Meraih tangan Ditmar dan menggenggamnya erat.
“
hahaha, jangan berkhayal kau. Itu hanya bisa terjadi dalam mimpimu
saja. Akan banyak orang yang tersakiti” Ditmar terawa hambar. Ia tidak
menertawai hal yang lucu. Ia hanya bingung ekspresi apa yang harus ia
keluarkan akan kekalutan hidupnya.
“ kalau begitu biarkan akau hidup dalam mimpi” sang kekasih merebahkan kepalanya ke pundak Ditmar.
“ ya, aku juga berharap hidup dalam mimpi” ucap Ditmar pelan.
Malam
mematang menuju pagi. Air rintik itu kini menjadi deras. Mereka
membiarkan semua menyelimuti mereka. Meraka tak peduli basah. Mereka
anya ingin pasrah dan menikmati romansa yang mungkin untuk terakhir
kalinya.
***
Hari yang ditentukanpun tiba.
Sang kekasih akan melangsungkan pernihakannya hari ini. Ditmar bersiap
memakai kemaja dan celana panjang terbaiknya. Ia menyisir rapi rambutnya
mematut diri sebentar didepan cermin dan memakai wewangian kesukaanya.
Sejak pertemuan itu ia sudah mematangkan sebuah rencana. Sebuah rencana
yang ia pikir akan menyelesaikan semuanya. Termasuk ujian kesetiaan
meraka berdua.
Ia tak lagi memerdulikan logika. Sebelum
pergi tak lupa ia mengambil sebuah botol kecil berisi cairan yang akan
membantunya memuluskan rencananya.
Semua berjalan lancar .
ijab Kabul yang mengharukan tapi begitu menyakitkan bagi Ditmar telah
selesai dilaksanakan. Ia hanya bisa menatap kosong kepada kedua
mempelai. Berharap ia yang berada disana. Berharap kemeriahan ini untuk
merayakan cintanya.
Sang kekasih begitu tampan dengan
setelan jas berwarna kuning pastel. Ia memakai penutup kepala khas adat
sunda. Begitupun dengan pengantin disebelahnya. Wanita yang kini sangat
dibenci Ditmar bergaun khas sunda berwarna senada. Ia begitu cantik.
Tapi bagi Ditmar perempuan itu tak lebih dari seonggok kotoran yng perlu
disingkirkan. Mereka anggun duduk dipelaminan.
Semua
berbahagia. Ditmar menyalami Danial kekasihnya dengan hati yang kebas.
Ia memasang senyum penuh arti. Danial terpaku mendapati kekasihnya
tersenyum begitu biasa. Tangan Danial dingin menyentuh tangan Ditmar.
“ maafkan aku” bisiknya kepada Ditmar. Ditmar hanya tersenyum dan beranjak menyalami Putri sang mempelai wanita.
Ditmar menyalaminya sambil berbisik. Ia memberikan sesuatu yang disambut cekikikan nakal dari Putri.
sekali lagi Ditmar tersenyum dan berlalu.
Ditmar
bergegas pulang dan mengemas pakaiannya. Ia sudah bertekad akan pergi
dari tempat ini. Ia akan ke luar kota. Memulai hidup barunya.
***
“
sepasang pengantin ditemukan tewas dengan mulut berbusa. disebuah kamar
sehari setalah pernikahannya. Diduga meraka tewas keracunan. Sampai
dengan saat ini polisi masih meyelidiki pelaku dan motif pembunuhan
sadis ini”
Suara pembawa berita dari sebuah televisi
disebuah warung makan disambut senyuman sinis Ditmar. Ia kini tau
jawaban dari Ujiannya. Dan ternyata Danial gagal. Karena telah
mengingkari janjinya.
Ia tertawa. Entahlah apa ini hasil
ujian yang diinginkannya. Tapi usahanya mendekati Putri beberapa hari
sebelum pernikahannya terbukti berhasil memperdaya putri. Putri percaya
saat Ditmar berjanji akan memberikan kado diluar dari yang biasanya. Ia
Mengatakan akan memberikan botol kecil berisi cairan yang akan
memperindah malam pertama Putri dan Danial nanti.
cepat ia habiskan makanannya. Ditmar bergegas pergi.
Ia tak tahu apa yang akan terjadi esok hari.
waawwwww... bagusss cerpennya,,, mengalir dan mudah di pahami...
BalasHapusMuroddi,, ada sambungannya ngga ni.. hehe
keren, aku suka banget cara kamu menuliskan kesakithatian ditmar dan menuntaskannya, sesekali tokoh utama nggak selamanya baik kan?
BalasHapusih jadi mau ngasih ramuan madura ya :D
BalasHapusBagus cerpennya
great post ...:)
BalasHapus